Rabu, 06 Februari 2013

Puisi ini diterbitkan dalam rangka Antologi Puisi


KOSA KATA SAHABAT
Oleh Arief Kurniatama*


Sahabat
Kosa kata itu mengingatkanku pada nostalgia masa kecil
yang sempat terlewat jelas di pelupuk mata ini
Dia berarti bagi ku sama halnya dengan cinta
yang menyelami lautan dan samudera

Sahabat menghidupkan seluruh jiwa dan raga
Hampir setiap detik dan setiap waktu
ia menjelma bagai burung-burung
untuk menghinggapi ranting-ranting pohon yang rindang
Juga seperti halnya kupu-kupu yang menghisap madu
pada bunga-bunga mekar
Bahkan hampir seperti halnya seorang ibu yang selalu ada untuk anaknya
kemanapun dan kapanpun
Adakalanya Kau dan Aku merasa dekat
seperti halnya kertas dan perangko.
Adakalanya Kau dan Aku merasa jauh
tetapi tidak sejauh langit dan bumi.
Inilah wujud seorang sahabat
yang selalu melengkapi seperti cerita dalam sebuah kisah

Sahabat
Mungkin kita bertemu cukup belia
Sejatinya Kau dan Aku masih terdapat kekosongan
bahkan hingga kini ku masih mencari dimana letak kekosongan itu
bahkan kornea mataku yang katanya tembus pandang
belum dapat mencari kekosongan itu
Namun ku tetap percaya
Kekosongan itu akan cepat terpenuhi seperti halnya air hujan
yang mengisi tong-tong kosong yang bila kering selalu diabaikan
oleh orang-orang di sekitarnya


Sahabat
Aku pernah berpikir tentang keyakinan dan jati diri ini
Dia selalu tegak dan utuh
seperti halnya persahabatan ini
Meski di luar sana telah terdengar ledakan mesiu dan bom molotop
karena keegoisan dan ketidakpercayaan akan semuanya

Tetapi sahabat percayalah
Meski Kau jauh entah dimana
Meski Kau tak tampak seperti apa
Juga ketika Aku bertanya tentang Kau
Disanalah sebenarnya Kau dan Aku menjadi satu
Satu dalam ikatan bathin yang tak kan pernah pudar
walau ombak samudera menggelegar
bahkan langit kelam dihujani beribu halilintar
Aku tak kan goyah dan tak kan gentar
Karena ku yakin bahwa Kau adalah sahabat baikku
Bahkan sahabat terbaikku
bahkan mungkin lebih dari itu
jika ada kosa kata lain yang utuh

Wahai sahabat
coba kau rasakan ketika kau bangun membuka mata
di sudut pelupukmu
ku hadir tuk menjelma
ketika kau sedang pergi
disini lah Aku selalu menanti
Bahkan ketika kau sedang belajar atau bekerja
Disinilah Aku slalu mendukung dengan doa
Bahkan ketika kau larut dengan kerjaan
Disinilah Aku selalu menebar benih harapan
Agar kau bertemu dengan bingkai keberhasilan
Semua karena "Aku Sayang Padamu"

Disinilah, di lubuk hati ini
Ada asa yang menghujam begitu dalam
Di langit jingga itulah kutebar sayang sepanjang kenangan
bahkan di seluruh waktu
untukmu
untukku
dan untuk semuanya
Mari kita tebar kasih di seluruh jagat raya
Agar anak cucu kita bisa menuai kasih sepanjang masa
Inilah yang bisa kulakukan untukmu
sahabat terbaikku

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2012
Aktif dalam UKMF LIMLARTS sebagai Anggota PSDM





CINTAKU, ADIKKU SAYANG
Karya Arief Kurniatama

Sebelum matahari terbit, adik telah menangis karena haus. Ibu berjalan mengahampiri dan mendekap serta menimangnya. Kakak yang telah bangun dari kasur empuk itu bergegas sholat Shubuh. Setelah selesai sholat, ia langsung membuatkan susu untuk adik tercinta.
“Ini dek, susunya”. Bayi mungil itu terlihat memberikan senyuman hangat kepada sang kakak, karena telah memberikan susu untuknya. Ingin rasanya ia mengajak bercerita menanyakan kabar baik dan mengenal jauh siapa bayi mungil itu. Tetapi, rupanya ia masih mungil, belum dapat berbicara atau bahkan mengatakan I.B.U. Parasnya yang anggun membuat semua orang rindu dan senang melihatnya. Beberapa kali ia tertawa kecil memandang ke arah kita.

Hari itu mulai meyisakan waktu, pekerjaan rumah kini dimulai. Segala tugas telah menunggu. Akan tetapi sedari tadi kami bersenda gurau, Bapak belum memunculkan batang hidungnya untuk bersama-sama merapikan rumah yang berantakan karena tadi malam baru saja ada acara ‘aqiqah adik ketiga. Namun, kami tidak lekas berhenti dari bapak tidak bangun. Ibu membersihkan ruang depan dan tengah sedangkan kakak merapikan dapur dan kamar mandi.
Melihat adik yang kini tertidur lelap, rupanya ada misteri yang tergambar jelas di raut wajah kakak. Dia masih teringat dengan adik keduanya. Saat itu mereka bermain bersama di pinggir sungai. Kala itu air sungai mengalir sangat deras. Pohon saja dapat terbawa dengan cepat, apalagi manusia yang tidak dapat berenang dengan lincahnya. Tentu akan terseret hingga ke dasar.
Karena asyiknya bermain, kakak sampai lupa jika hari sudah mulai petang. Bergegas menyuruh adik pulang dan mencuci kaki. Tetapi apa yang dilihatnya, kakak merasa ada yang janggal. Dia tidak menemukan adiknya menjawab panggilannya. Kakak lalu mencari, tiba-tiba dari jauh terdengar suara anak kecil meminta tolong. “Tolong … tolong … tolong, kakak tolong adik”. Mengenali suaranya, kakak teringat dengan adik. Suara itu kembali terdengar dan mengecil. Kakak mengambil langkah cepat untuk menolong adik dan segera menghubungi ayah dan ibunda di rumah bahwa adik terseret arus sungai dan kini keadaannya darurat. Untunglah nyawanya masih dapat tertolong karena bantuan dari salah satu warga yang kebetulan lewat di tepian sungai, sesaat setelah mendengar teriakan orang meminta tolong. Ia rela menolong, karena kasihan melihat kakak yang hanya seorang diri di tepi sungai dan hanya seorang perempuan.
“Sekarang adik dirawat di rumah sakit, Bu. Keadaannya masih belum sadarkan diri”.
Ayah dan ibu terlihat sangat panik. Sebenarnya kakak tidak ingin menelpon ayah dan ibu, apalagi ibu masih mengandung adik yang ketiga. Kakak takut jika ibu terjadi apa-apa.

Keesokan harinya, kakak rela tidak sekolah karena setia menunggu adiknya yang dari kemarin belum kunjung membaik. Ia khawatir terjadi yang tidak diinginkan. Akan tetapi ia tetap terus berdoa untuk kesembuhan adik dan keshatan ibu yang kurang baik.
Dari belakang, seperti ada yang membisikkan. “Sholatlah dahulu, karena dengan sholat hatimu akan tenang dan adikmu akan lekas membaik”. Dengan cepat, kakak langsung ke tempat wudhu, kemudian mengambil mukena dan mendirikan sholat Dzhuhur.
Selesai sholat, dokter memberitahukan bahwa adik telah tiada. Adik telah berpulang ke rumah Allah. Tangan berkeringat, kening mengkerut, bingung, cemas dan takut. Dia tidak ingin memberitahu ayah dan ibu. Dia takut jika ayah dan ibunda marah bahwa adik telah tiada.
Akhirnya jenazah adik dibawa pulang dan dimakamkan di tempat penguburan umum di wilayah kampung. Akhirnya,  keluarga mengikhlaskan kepergian adik yang masih berumur 7 tahun itu.

Setahun kemudian, ibu melahirkan bayi cantik bernama Siti Fatimah Azzahra. Bayi cantik lagi mungil itu yang kini sedang tertidur lelap, karena dekapan sang ibu yang hangat.
Tepat pukul 08.00, pekerjaan rumah rampung. Kini waktunya ibu ke pasar, belanja sayur mayor dan buah-buahan tidak lupa juga kakak mengikuti ibu dari belakang.
Dengan wajah yang masih kaku, ayah bergegas menuju ke kamar adik. Ternyata adik masih tertidur lelap. Kemudian ayah melihat jam dan segera mandi dan bersiap pergi ke kantor. Tetapi, kakak dan ibu belum juga  pulang. Sehingga waktu ayah hilang 30 menit, karena menunggu adik Fian yang masih tertidur dengan lelap, karena semaleman ia belajar hingga larut malam.
Kembali ke rumah dengan wajah penuh gembira. Ibu dan kakak kembali ke dapur memasak bahan-bahan yang telah di beli dari pasar. Ayah berpamitan dengan ibu dan kakak.

Mega merah mulai berlabuh, menyamar menjadi Arjuna. Awan yang sedari tadi putih, kini ikut-ikutan bercampur dengan matahari yang mulai mengepakkan sayap layaknya burung merpati. Orang-orang mulai memadati sudut kampung yang ramai. Penutupan akhir tahun akan segera dimulai. Pedagang kaki lima, rela berjualan dari pagi hingga malam hari. Karena mereka ingin mendapatkan hasil dari usaha yang ia jualkan. Di depan rumah, masjid telah berkumandang melantunkan syair merdu sang pujangga hati. Selaras dengan akan tibanya penutupan akhir dari perjalanan panjang.
Keluarga kecil tadi kembali berkumpul. Ditengah-tengah keramaian pengendara motor berjalan. Ada seorang anak kecil mengantarkan selebaran. Sekilas terlihat di wajah kakak. Anak kecil itu mirip adik kedua. Setelah kakak bertanya dengan anak kecil itu, Ternyata nama yang dipakai juga hampir sama, yakni Farhan Aji Saputro, sedangkan nama adik kedua kakak Farhan Aji Saputra. Perlahan kakak lekas tersenyum lirih. Dia membaca isi dari selebaran itu. Ternyata isinya, akan ada “Tabligh Akbar” di Masjid Nurul Iman jam 20.00, ba’da isya dengan pembicara Ustadz Wahyudin Iman dan Ustadz Rivai Anwar Effendi.
Dengan tema “Membangun Keyakinan Hati dan Kemantapan Diri dengan Ibadah”. Kabar hangat itu langsung di beritahukan kepada sang ayah. Kakak tidak hanya mengajak keluarga di rumah untuk menghadiri tabligh akbar itu, ia juga mengajak teman-teman dan guru-guru sekolah untuk datang hadir sebagai pengganti malam tahun baru.
Wajah kakak tidak lagi terlihat sedih ketika semua teman-teman dan guru-guru datang ke Masjid Nurul Iman. Disana jama’ah diberikan sekantong makanan ringan dan nasi kotak sekaligus minuman hangat dan air putih.

Langit malam yang sedang berbisik kepada awan, mencoba untuk membawa mendung dan menurunkan hujan. Meskipun sekarang orang-orang mulai meramaikan sudut-sudut kampung untuk merayakan pergantian malam tahun baru.
Akhirnya bisikan itu terpenuhi. Malam yang tadinya ramai dengan suara kendaraan roda dua kini perlahan mulai meninggalkan  jejak diri. Hujan mulai turun membasahi mereka. Para pedagang dengan kesalnya menutup lapak-lapak mereka. Melihat kejadian itu, ruangan masjid kini penuh dengan jamaah yang berdatangan memunuhi tempat kosong. Keadaan di masjid semakin ramai dan tepat pukul 20.00 acara dimulai dengan membuka Basmallah bersama-sama dipandu oleh MC.
Dahsyatnya. Materi yang disampaikan benar-benar memberikan pengetahuan yang luar biasa. Meskipun sempat terjadi keributan di dalam, karena hujan mulai reda dan jama’ah mulai mengosongkan tempat masing-masing. Kisah-kisah teladan dari sahabat Nabi dituangkan dengan lancarnya kepada jama’ah yang mendengarkan. Hingga adik pertama tertidur lelap di bahu kakak.
“Tetttt … tetttt… teeettt”. Tepat pukul 24.00, keramaian itu mulai berganti kearah sudut kampung. Kembang api mulai menghiasi langit malam yang gelap. Bertaburan jauh ke angkasa. Indah seindah malam-malam di Moskow, Mesir. Jadi teringat dengan kecintaan kakak terhadap adik angkat yang rela membangunkan untuk melihat keindahan negara Moskow di balik padang pasir kering meronta.

Embun pagi meneteskan tiap ujungnya di sela-sela pepohonan hijau dan rindang. Terselubung serpihan kembang api di kaca rumah.  Menyelinap dan tak dapat diraih. Masih tercium bau kotor akibat lelahnya semalam yang mengkamuflase semua wujud benda di sekitar.
Burung-burung dara menepi di pagar-pagar rumah. Bersiul-siul beriringan, menyebut nama lagu kesukaan mereka. Masih terlihat begitu jelas senyuman sang bayi mungil yang lepas itu. Kursi dan meja yang tadi malam berada di luar rumah juga memberi senyuman hangat meski lusuh dan bernoda. Kisah surat kecil di perapian malam yang dengan tegas mengisi rasa pilu dan duka teringat adik kecil yang tak lagi disini.
Namun kerinduan dan rasa cinta itu masih ada hingga nanti. Waktu terus melaju seperti roda pedati. Tidak ada rasa kesal karena telah memutarkan waktu dengan cepat dan tak jemu.\Sebuah perubahan, kini berpindah dengan cepat meninggalkan bercak-bercak  hitam yang kusam. Ada yang menjadi inspirasi dan terinspirasi. Semuanya berlalu dengan cepat. Kini keluarga kecil ini dihadapkan dengan masalah yang pahit.
Bayi mungil tadi sakit dan harus dirawat. Masalah ini berbenturan biaya keluarga. Dengan tanggap Bapak mencari nafkah, kakak pun ikut mencari kerja sepulang sekolah dan adik pertama berjualan dengan ibu ke pasar. Hampir semuanya bekerja mencari biaya untuk adik tercinta ini.
Hingga akhirnya biaya terpenuhi dan adik dapat tertolong lebih cepat. Dengan perawatan ibu dan kasih sayangnya. Rupanya kakak ingin memperkenalkan nama dari masing-masing keluarga yang ada di dalamnya. Karena sebentar lagi, ia akan meperoleh beasiswa ke London bersama kelima rekan sekolahnya. Akan tetapi ia harus memperkenalkan keluarga kecil yang ada didalamnya agar rekan-rekannya mengetahui nama-nama dari adiknya. Adik pertama bernama Sofyan Abdur Rahman Al Ghazali, adik kedua bernama Farhan Aji Saputra, adik ketiga bernama Siti Fatimah Azzahra. Ternyata kakak hanya memperkenalkan adik-adiknya saja, ia tidak lekas memperkenalkan orang tuanya. Karena biarkan rekan-rekannya tadi berkenalan langsung dengan orang tuanya sekaligus lebih ta’aruf.
Kakak pergi ke London karena ia mendapatkan beasiswa dari sekolahnya untuk mengikuti festival pelajar Internasional yang diselenggarkan di London, tepat ketika hari ulang tahunnya. Walaupun ayah dan ibunda gembira, karena ada satu dari anaknya ke luar negeri. Tetapi kakak tidak melukiskan raut wajah gembira. Ia malah sedih karena akan meninggalkan ketiga adiknya yang baru berusia belia.
Sore harinya, sebelum fajar menenggelamkan diri. Kakak dan rekan-rekannya bersiap-siap untuk pergi ke bandara. Sesekali ia sempatkan waktu untuk melihat wajah bayi mungil yang bernama Siti Fatimah ‘Azzahra. Rona wajah yang terlihat seperti cahaya putih yang menerangi di kalamalam telah tiba. Ia teringat dengan adik keduanya yang sekarang sedang bernostalgia disana. Peristiwa itu menenggelamkan dirinya kedalam tangisan dan rindu yang menjelma seperti fatamorgana. Ibu menitipkan pesan, “Jagalah dirimu baik-baik disana, walaupun masih  ada teman di sampingmu. Tetapi yakinlah pada dirimu, timbalah ilmu yang engkau dapat dan ajarkan kepada adik-adikmu yang masih kecil ini”. Kakak tahu dari raut wajah ibu yang gembira itu. Ada hal yang dirahasiakan, tetapi tidak di beritahu kepada kakak.
Tepat pukul 17.00, kakak dan rekan-rekannya menuju bandara. Disana mereka saling berpelukan, ada rasa sedih yang mendera dan rasa gembira yang membahana.
“Ayah, Bunda, Kakak pergi dulu ke London, jikalau nanti ada kabar baik disana kakak akan hubungi kalian, Kakak titip kepada ayah dan bunda untuk menjada adek Fian dan adek Zahra. Kakak pasti merindukan kalian di rumah”, pesan kakak untuk semua yang ada di rumah. Air mata itu kembali deras mengucur seraya meminta mereka untuk selalu bersama. Karena kakak begitu cinta kepada keluarganya di rumah.
“Untuk adek Fian, jangan lupa sholat 5 waktu. Jaga adek Zahra dari gigitan nyamuk, agar tidak menangis saat ibu bekerja”. Pesan itu di ungkapkan oleh kakak, sebenarnya apa yang kakak rasakan sangatlah sedih. Ia bertaruh dengan semuanya, tetapi bagaimana lagi. Inilah pilihan dan Allah telah memberikan jalan yang terbaik untuk semuanya.
Kedatangan pesawat, menambah tangis haru. Kakak tidak kuat meninggalkan mereka.
Hingga akhirnya, kakak pergi meninggalkan mereka. “Selamat Jalan, adik-adikku, ayah dan ibu. Selamat tinggal semua, kakak akan selalu merindukan dan tulus mencintai kalian”, dalam hati kakak berkata.

Rabu, 28 November 2012



SINOPSIS  NOVEL
“NERAKA DUNIA”
Karya Nur Sutan Iskandar


Ada sebuah toko yang menjual perkakas rumah dan mebel dengan nama “Usaha Kita”. Toko ini cukup laris. Pemiliknya bernama Ahmad Salam Bin Haji Munir, dia yang meneruskan usaha Bapaknya.
Pada suatu hari Ahmad Salam bertemu dengan seorang gadis bernama Siti Delima. Hampir setiap hari mereka pergi hingga ke Surabaya. Disana Ahmad Salman, ditinggal oleh Siti Delima tanpa sebab yang jelas. Kemudian Ahmad Salman bertemu dengan Sulastri, tetapi ia pun malah ditinggal tanpa sebab. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan Aladin, pemuda Bugis. Ia pun merasa cocok dengan Aladin.
            Suatu ketika Aladin mengajak Ahmad Salman ke lorong-lorong sempit tempat kupu-kupu malam bersarang. Mereka selalu menjalani hari-hari secara bersama sampai Ahmad Salman terseret pada lembah nista. Disana menghabiskan waktu untuk berhura-hura hingga akhirnya Salman merasakan sakit di tubuhnya. Dari kulitnya timbul bintik-bintik dan gatal. Badannya lemah, panas dingin dan sering sakit. Ternyata dia kena penyakit Sipilis. Begitu juga dengan Aladin. Ia harus dirawat di CBZ hingga akhirnya ia meninggal karena otaknya sudah miring.
Tetapi sayangnya, Ahmad Salman tidak ingin memberitahu penyakitnya kepada orang lain, termasuk dokter. Dan ia pun lari ke dukun untuk berobat hingga pada suatu hari ia smbuh dari penyakitnya. Lalu ia pulang ke Jakarta untuk meneruskan usaha orang tuanya.
Di Jakarta, ia bertemu dengan  sahabatnya bernama Rusli. Lantas Ahmad diajak ke rumah Aisyah, puteri R. Akh. Mansur. Mereka berkenalan dan menjalani cinta hingga menikah. Namun di tengah perjalanan Aisyah mengalami sakit yang cukup parah. Ia heran melihat suaminya dan bayi yang di kandungnya meninggal.
Dengan berbagai cara ia disembuhkan. Hingga Aisyah sembuh begitu pula dengan suaminya. Akhirnya mereka memulai lagi kehidupan rumah tangga dan hidup berbahagia.

Kamis, 22 November 2012

Sinopsis Novel



SINOPSIS NOVEL
RONGGENG DUKUH PARUK
Karya Ahmad Tohari

Srintil adalah seorang gadis kecil yang tinggal di sebuah desa bernama Dukuh Paruk. Desa dimana kepercayaan leluhur masih sangat dijunjung tinggi. Di desa itu terdapat makam Ki Secamenggala yaitu makam leluhur yang sangat dihormati oleh para masyarakat di desa itu.
Suatu hari Srintil bermain bersama Rasus dan dua orang temannya. Rasus adalah salah satu teman Srintil yang berusia 2 tahun lebih tua darinya. Saat itu, Rasus meminta Srintil menari bagaikan seorang Ronggeng. Ternyata diam-diam kakek Srintil mengintip aksi cucunya itu. Setelah melihat kejadian itu, kakek Srintil bergegas ke rumah Kartareja. Ia mengabarkan tentang hal yang terjadi pada cucunya itu. Kartareja adalah seorang dukun ronggeng di Dukuh Paruk. Mendengar cerita kakek Srintil, kemudian ia bertekad untuk menjadikan Srintil seorang ronggeng di Dukuh Paruk.
Berbagai ritual untuk mejadi seorang ronggeng Srintil telah laksanakan. Sampai pada ritual yang terakhir yaitu “malam bukak klambu”. Dalam ritual itu, Srintil harus menyerahkan keperawanannya untuk diwisuda oleh seorang laki-laki. Mendengar hal itu, Rasus yang selama ini menyukai Srintil lantaran bayangan Emaknya itu, sangat geram. Ia sangat terkejut dan kecewa saat mengetahui keperawanan Srintil akan disayembarakan.
Tahun demi tahun Srintil jalani sebagai seorang ronggeng. Srintil berkeinginan mempunyai seorang suami dan anak, layaknya sebuah keluarga pada umumnya. Ia teringat Rasus.
Akhirnya keinginan Srintil akan seorang anak terobati semenjak kemunculan Goder. Goder adalah anak tetangga Srintil yang ia rawat sepenuh hati. Dan tiba pada suatu saat dimana krisis politik melanda, Dukuh Paruk dengan segala macam kebodohannya ikut merasakan dampak itu. Kemudian ia bertemu dengan Bajus. Orang yang membuatnya benar-benar ingin mewujudkan niatnya untuk membuat sebuah keluarga.
Namun tak disangka Bajus memiliki niat lain kepada Srintil. Ia bertekad  menyerahkan Srintil kepada Bosnya. Akibat kejadian itu Srintil mengalami gangguan jiwa. Depresi mendalam ia alami. Kemudian Rasus membawa Srintil ke Rumah Sakit Jiwa untuk menjalani pengobatan. Dan dalam batinnya ia berniat menikahi Srintil karena ia merasa ini adalah sebuah takdir untuknya.